Selasa, 22 Februari 2011
CAMPAKKANLAH....
Air mata luruh dan peluh
Melayang ku mengeluh
Pada bidang pada ruang hampa kelu
Genap selaksa makna cerita
Duka asa pilu cinta
Lakukan
Lakukan apa yang kau mampu
Toh,titik akhir bukanlah tujuan
Ringan terbang tanpa raga
Mencari,bertemu lalu kecewa
Campakkanlah,
Toh,ikatan belum terangkum
Gadaikan saja
Abaikan semua
Apa pula arti nurani tak selaras mimpi
Lupakan
Dustakan
Toh,hati sebelum ada juga mati !
MATI SEBELUM MATI
Aku bertanya pada bintang-bintang dengan sebuah tanda seru
Diantara titik-titik yang tak lurus ku tempatkan sebuah koma
Sebelum dan sesudahnya aku harap ada hidupku
Karena mati sebelum mati aku telah berkali-kali !
JEJAK YANG SAMA
JEJAK
Angin akan berpihak padaku,
dimana pun tapak kakimu
Ditiupnya aroma bumimu
Sebagai wangi bumiku ;
Meski tanah tak semua hitam
Dan cinta kadang muram
Kita adalah jejak yang sama
HILANG DALAM TERJAGA
Duhai mata yang tak beranjang ke sana
Lenakan aku ke buai tak kunjung fana
Mengarung nusa-nusa berkapuk kasurku yang tandus
Mengendus sudut bibirku leleh mencair
Tentang getir yang menyambar-nyambar bagai petir
Malam itu,membelah horizon hitam tua
Sempoyongan menggauli langit-langit penuh bercak
Selasar tempat bersapa do’a sebelum berangkat
Seperangkat kuas untuk ku melukis nirwana
Mimpi yang datang sekali pergi
Pulang pada tiada
Aku yang hilang dalam terjaga
ADIOS Beibeh......
Selamat jalan,Sayang…
Aku cemburu pada jejak debu yang menyentuh tubuhmu
Juga senja yang menajamkan siluetmu di anganku
Kenapa kopi hitam itu bukan aku yang menyeduh ?
Oh,aku cemburu
Selamat jalan,Sayang…
Di tonggak tapal batas hatimu dan hatiku telah kupahat
Identitas terindah : Sahabat !
Di jalan itu
Kau dan aku bisa melintas kapan saja,berteduh di mana saja
Dan bercerita tentang apa saja
Kemudian ke rumah mana pun engkau menuju
Aku turut pulang bersamamu…
ANGINKU TAK BERUJUNG
Anginku tak berujung
Bergelung selatan-utara
Tak ada sarang membuang murung
Berhembus terhalau pucuk rendah ke rumpun ilalang hijau
Termenung pada separuh mentari limbung
Hampir sore lembayung tepi
Angin merunduk di sayap burung
Memeluk nadi kosong seakan degupku dicuri lengah
Bertarung tatapan ulung, tanpa perlawanan aku menyerah
Di bantaran gerimis tua
Direnggutkan dari sepoinya
Angin berliuk mengarah lumbung
Hingga kepada tengadah dingin,ingin kukirim sebuah tanda kurung
Tentu saja aku tak lagi disana
Tapi adakalanya kudengar anginku meraung dari jauh : hey !
BENCI AKU
Melilit hati temali caci pada diri yang mesti disanjungi
Tak kunjung usai cabuti duri,cabut satu nancap seribu
Sulit sekali berkelit,tali meruncing cambuk ke punggung sendiri
Berbilur tanda mata tak terlupamu
Mengalur sepanjang titian memori
Datang bertalu,buluh benalu
Memburu bayang dalam hitam
Wajahmu yang sendu mengambang di ufuk timur
Aku benci benciku pada nyeri tak terperi
Menanggung rindu,padamu…
Kau dimana ?
RUMPUT LAUT........
RUMPUT LAUT
Hiburlah aku dan jadilah luasnya lautan pengertian
Aku akan mencebur ke dalam puisi yang tertulis di matamu
Meliuk debur dadamu
Nanti,dengan gaun putih berkancing delapan
Juga senyum malu-malu yang ku persiapkan sejak semalam
Ku hibur engkau
Kau boleh memintaku menjadi ikan dan rumput laut
Kau boleh tersedu pada pantai yang telah remang
Dan kita boleh menjadi Tuan atas sampan kecil ini...
Woyyyyyy !!!
Minggu, 20 Februari 2011
PULANG.........
PULANG PADA TIADA
Duhai mata yang tak beranjang ke sana
Lenakan aku ke buai tak kunjung fana
Mengarung nusa-nusa berkapuk kasurku yang tandus
Mengendus sudut bibirku leleh mencair
Tentang getir yang menyambar-nyambar bagai petir
Malam itu,membelah horizon hitam tua
Sempoyongan menggauli langit-langit penuh bercak
Selasar tempat bersapa do’a sebelum berangkat
Seperangkat kuas untuk ku melukis nirwana
Mimpi yang datang sekali pergi
Pulang pada tiada
Aku yang hilang dalam terjaga
Satu LAWAN Satu
SATU LAWAN SATU
ESKATOLOGI
Tanpa ilustrasi simbolik
Kosmik digulung luluh lantak pasca sangkakala
Bayi susuan tercerai putingnya
Matahari mengorbit dari negasi
Dan jeritan mencabik-cabik iba riuh redah tak beribu
Ayat kharismatik telah konkrit
Demikian tanpa mistik dia mengada
Ketika urat jantungmu terpekik
Sudah terlambat menyadari janjiNya adalah PASTI
LAYAR
Tempat aku menuai badai letih berlari menghindar
Jatuh terjerengkang mencari-cari bandar
Pantai tiada tepi dan angin berkibar-kibar menantang dadaku sekali lagi :
“Ayo jantanlah.Satu lawan satu…!”
Nyalang menampar-nampar kening pipi
Dengan tanda samar seperti mercusuar redup
Hujatan pada nyiur melambai dan langit bersih
Yang memudarkan kewaspadaan
Memanjang,cakrawala lengang
Sepanjang ada gentar ketakutan akan ada debar keberanian
Berdiri di haluan berdiri di buritan kulantangkan sesumbar :
“Jika badai adalah bahtera maka aku nahkodanya…”
Tuhan,semoga ini bukan pelayaran terakhirku…
HABIS
Tak ada lagi yang bisa kubagi semua habis untuk diriku
Karena aku lah Sang Ego
Meruak sunyi,merunyam denting sumbang
Menyalak di derai keramaian
Kadang aku hilang dalam diamku
Kadang aku meradang pada sembarang hati yang kujumpa
Tapi tak jua aku puas menerima niskala
Hingga niscaya gelisah bertembung gelisah
Hampa membuncah diantaranya
Terperosok kosong melena seumpama
Labirin naif rahim ibuku
Tempat aku merasa dicintai dan tak dipertanyakan
Ingin jadi apa atau siapa
Karena aku tak.........
Karena Aku Tak Suka
Sq
:hingga kini adakalanya kita bersengketa diantara satu-dua prasangka
Kucukupkan lima menit mengapi bara_seperti anak ingusan yang takut lolli-nya dirampas
Atau pemain sirkus lawas menjelang pensiun
Oh,aku memang amatir...
:adakalanya kau seindah fajar dan senja sekaligus
Adakalanya kau terlihat seperti angka tujuh berdiri anggun di sisi kebun apel
Memelukkan tujuh lapis langit dan tujuh warna pelangi ke relung mataku
Melembut dan melandai di pipi cerah tak berlesung
:tak bisa merona oleh geram dan malu
Tak bisa menirai bunga-bungaku yang tersanjung anggukan singkatmu
Tak bisa pura-pura mati rasa saat kau senyumi anggrek luar jendela
Kendati cemburuku hanya nol besar yang lupa membulat
Sia-sia !
( Kau tanya : "kenapa ?")
KARENA aku tak suka
Itu saja
RAIN.............
HUJAN TURUN LAGI
AMIEN
Ibu
Sudah lama kuperah hujan dari mataku
Menyuburkan ladang-ladang hampa di hamparan fatamorgana
Mengubang oase di gurun asing
Jiwaku nan kering
Dan gemunung mendung itu,Ibu…
Bukan karena nashab yang mengendap diantara musabab cinta
Tuhan menguapkan sungai-sungai terbaik untuk berjumpa comulus
Hingga merinai sepotong hati merunduk bumi berdebu
Menerobos lebat gemuruh luruhnya air
Diantara lafadz amien yang deras di bibirku
Basah,Ibu…
Dan barangkali bah dari amien-mu pula
SESUATU TENTANG HUJAN
Tentang hujam,kita menyepi ditemani secangkir kopi
Garis-garisnya berkelitan diantara kaca buram dan matamu yang muram
Adakah lagi perlu disampaikan sekapur sirih dan bunga rampai
Dari kasih yang tersanpai
Tentang hujan,kita duduk di beranda mendamaikan kesunyian
Meminta dalam diam derasnya melarungkan kepedihan
Telah lama kau dan aku melebur kita
Larut bersama setiap tetes pengertian jatuh berlabuh
Tanpa mengaduh
Tentang hujan kita terpesona pada denting air terpelanting
Langit mengirimkan peluknya kepada bumi
Seperti kukirimkan rinduku ke berandamu nun disana
Mungkinkah kau tengah mengenang hujan yang sama ?
Tentang hujan sore ini
Apakah kopimu terasa manis ?
(Ayah,Maaf aku sering mencuri seteguk-dua teguk kopimu semasih kecil dulu,hehehee…kau gak tahu,kan ??)
RIMBA
Akukah rimba dimana hujan enggan menampakkan dirinya
Tunas hijau tertahan memeluk sepi di ujung dahan diacuhi matahari
Tuhan_aku ditumpuki lapuk dari ubun hingga telapak
Hina merambati pinggang berkacak bibir berdecak
Tangan yang lupa harus memetik buah yang mana
Pohon-pohon di jiwaku jatuh bertumbangan
Berdebum-debum menimpa lempung liat segumpal jantung mengigau
Menuju punah lembah-lembah ketabahan
Kalau saja,kalau saja aku tak mengenal TAPI…
Akan kutebang sendiri benalu raksasa
Yang berlindung dalam khuldiku
(Tapi akarku takkan pernah menghujam bumi…)
KHOUF
KHAWATIR
Ini senja aku duduk sendiri.Mengabaikan kumandang yang memang bukan untukku.Mengingat lagi khawatirmu kemarin sore yang membuatku merosot begitu saja dari kursiku.
Sungguh seperti itukah ? Seolah serpih kecil hatiku terombang-ambing di samudera maha bentang sementara tanganku terentang menggapai apa saja untuk menyelamatan sisa-sisa aku-ku.Nun jauh,segerombolan perompak berupa perasaan-perasaan yang tak bisa ditangkis dan dikikis mendekat dan mengepung.Aku yang terapung dalam romantisme merah muda di tengah pertarungan biru dan dingin.Hanya bersia-sia menunggu dilanun atau tenggelam,menurutmu begitu ?
Seharusnya tidak sedramatis itu,bukan ?
Bukan begitu cara kerjanya.Bukan berarti dia akan baik-baik saja dan aku yang tak akan baik-baik saja.Sepotong hati,segumpal jantung,sekepal keyakinan bisa menjadi selirih buih atau sekuat badai,akan ada campur tangan Tuhan.
Aku lebih khawatir darimu dibanding yang kau tahu.Tapi hidupku bukan tentang kecemasan semata meski aku hebat di bagian itu.Dan hidupku bukan tentang diriku saja meski aku sangat mahir menjadi egois...selalu aku berpikir,hidupku indah dan dirahmati.Kendati kadang-kadang aku melenceng sedikit dari buku panduan dan masa bodoh dengan cara kerja resmi,sama saja dengan semua aku sedang menuju tujuan yang mulia.
Kau dengar apa yang dikatakan Bunda Inats tadi pagi___begitu banyak yang mendo'akan aku.Jadi jangan khawatir padaku,karena sepengecut apa pun aku,aku ini milikNya juga.
Tapi terimakasih.
Terimakasih hari ini kita remek bersamaan,ha ha ha haaaaaa.....
BARISAN
BARISAN
Dalam shaf yang dikhianati dimanakah aku harus berdiri tunduk
Merapatkan siku menjumpa siku,bahu berbahu kawan
Menyambut bumi membenam pongahku
Setia pada komando tunggal tanpa boikot dan serobot
Ataukah simbol-simbol terlalu menonjol
Panji sakral atas nama Yang Suci yang dinista
Tercerailah satu dari dua puluh tujuh
Runcing melawan menara gading
Geraham beradu geram
Bergabung satu lagi dalam golongan tujuh puluh atau lebih
Bukankah masih banyak sedia dirangkul
Mereka yang rukuk yang sujud yang bertasyahud
Mereka yang tak lelah memburu ihsan sebelum salam…
K E M B A N G I L A L A N G
(1)
Dari lembah manakah engkau tiba
Wangimu laksana lebah terluka
Menguarkan setia sampai akhir padaku yang hampir-hampir selalu khawatir
Terbuang dari ruang yang kau huni bersama madu liar di puncak gunung_dekat lengkung pelangi merah jambu
Dan sepi dari senyum pertamamu
Dan elegi dari peluk terdahulu
Dan energi dari ragu yang memikatku_seolah kita terlahir dari putik-putik yang sama
Dibesarkan oleh musim semi terbaik dan berpisah pada musim gugur paling melankolis
Terbang yang tinggi dan jangan menangis,Fernando
Fajar nanti embun akan berkunjung ke pundakku
(2)
Datang terlambat setelah bulan frustasi ingin menjadi angsa putih di paya-paya tak beriak/
Seikat bunga ilalang kau serahkan malu-malu kepada angin yang mulai tergugu gerimis beludru Januari nomor terakhir/
Dan sebatang coklat berpita merah.../
Itu semua aku tak mau !
Kau ingat tidak,suara papan kayu berderak dan tangisku yang serak seperti belukar liar tak tahu diri/
Berdiri suka-suka diantara anggrek-dandelion diterpai lampion semarak/
Lusuh dekil serupa Cinderella selepas dentang dua belas kali lalu buah labu menjadi abu-abu/
Tahulah kita seorang gadis lagi terperdaya oleh senyum dari rantau/
Meracau tentang rindu cemburu yang tak tersedia waktu sebangku wajib belajar sembilan tahun/
Tahu-tahu seluruhnya dicuri tanpa aba-aba /
Jantungnya kosong/
Hampa menyongsong di ujung lorong/
Menyesal,ataukah ku pacu kereta lebih cepat ?/
14 Februari menjelma udara bertuba//
(3)
Itu benar,aku akan sampai disana sebelum kau terjaga
Menjaga irama nafas dan menggauli mimpi-mimpi terdalammu
Jika dia monster,jika dia malaikat,jika dia insan yang kau kagumi
Jika mereka adalah siapa yang ingin membentuk hidup
Yang sebenarnya tak pernah kau inginkan
Akan kutebas batang leher pengecut itu
Yang menawarkan nirwana dari pintu ke pintu
Menyelinapkan harapan-harapan kosong setangkai mawar berduri
Dalam lelapmu yang lugu
Pasti,akan kubuat dia menyesal telah singgah di padang ini !
(...kerasa banget,taukk...BTW its GOOD...selangkah lebih maju}