HUJAN TURUN LAGI
AMIEN
Ibu
Sudah lama kuperah hujan dari mataku
Menyuburkan ladang-ladang hampa di hamparan fatamorgana
Mengubang oase di gurun asing
Jiwaku nan kering
Dan gemunung mendung itu,Ibu…
Bukan karena nashab yang mengendap diantara musabab cinta
Tuhan menguapkan sungai-sungai terbaik untuk berjumpa comulus
Hingga merinai sepotong hati merunduk bumi berdebu
Menerobos lebat gemuruh luruhnya air
Diantara lafadz amien yang deras di bibirku
Basah,Ibu…
Dan barangkali bah dari amien-mu pula
SESUATU TENTANG HUJAN
Tentang hujam,kita menyepi ditemani secangkir kopi
Garis-garisnya berkelitan diantara kaca buram dan matamu yang muram
Adakah lagi perlu disampaikan sekapur sirih dan bunga rampai
Dari kasih yang tersanpai
Tentang hujan,kita duduk di beranda mendamaikan kesunyian
Meminta dalam diam derasnya melarungkan kepedihan
Telah lama kau dan aku melebur kita
Larut bersama setiap tetes pengertian jatuh berlabuh
Tanpa mengaduh
Tentang hujan kita terpesona pada denting air terpelanting
Langit mengirimkan peluknya kepada bumi
Seperti kukirimkan rinduku ke berandamu nun disana
Mungkinkah kau tengah mengenang hujan yang sama ?
Tentang hujan sore ini
Apakah kopimu terasa manis ?
(Ayah,Maaf aku sering mencuri seteguk-dua teguk kopimu semasih kecil dulu,hehehee…kau gak tahu,kan ??)
RIMBA
Akukah rimba dimana hujan enggan menampakkan dirinya
Tunas hijau tertahan memeluk sepi di ujung dahan diacuhi matahari
Tuhan_aku ditumpuki lapuk dari ubun hingga telapak
Hina merambati pinggang berkacak bibir berdecak
Tangan yang lupa harus memetik buah yang mana
Pohon-pohon di jiwaku jatuh bertumbangan
Berdebum-debum menimpa lempung liat segumpal jantung mengigau
Menuju punah lembah-lembah ketabahan
Kalau saja,kalau saja aku tak mengenal TAPI…
Akan kutebang sendiri benalu raksasa
Yang berlindung dalam khuldiku
(Tapi akarku takkan pernah menghujam bumi…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar